Anestesi Di Era Kemajuan Peradaban Islam
30/06/2012 — Dunia pesantren
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yang
berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit saat melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya pada tubuh. Sembilan abad
sebelum Holmes lahir, para dokter Muslim terkemuka, seperti Ibnu Sina,
Al-Zahrawi, Ibnu Zuhr, dan Ibnu Al-Nafis telah sukses melakukan operasi
pembedahan.
Menurut Prof Dr M Taha Jasser dalam
tulisannya bertajuk Anaesthesia In Islamic Medicine and Its Influence on
Western, dokter Muslim di era keemasan sudah menguasai ilmu bedah.
Mereka sudah terbiasa melakukan operasi besar, seperti amputasi, operasi
tumor, pengobatan tulang patah, dan beragam operasi lainnya. Sebuah
pencapaian gemilang yang belum pernah dilakukan peradaban sebelumnya.

Peradaban sebelum Islam dan kebudayaan lain yang sezaman dengan dunia Islam memandang, penderitaan kerena rasa sakit merupakan harga yang harus dibayar seorang manusia atas dosa yang diperbuat. Namun, para dokter Islam menolak konsep yang menyatakan rasa sakit sebagai hukuman dari Tuhan.
”Itulah yang mendorong para dokter Muslim
mengembangkan bidang anestesi,” papar Prof Taha. Menurut dia, untuk
menghilangkan rasa sakit pada pasien yang akan menjalani operasi atau
pembedahan, para dokter Muslim di era kekhalifahan menggunakan obat
penenang dan campuran analgesik.
Dalam Canon of Medicine, dokter Muslim
legendaris Ibnu Sina telah mengungkapkan penggunaan anestesi. Dokter
kelahiran Afshana, Bukhara, tahun 980 M itu telah mempersiapkan minuman
campuran mandagora (tanamaman mandrak) dan obat tidur. Tanaman lainnya
yang digunakan untuk anestesi saat operasi pembedahan, antara lain,
hashish, opium poppies, shweikran, bhang, dan hyoscyamus.
Prof Mohamad S Takrouri dari Departemen
Anestesi Universitas King Khalid Riyadh mengatakan, anestesi yang
dikembangkan kedokteran Islam sangat unik. ”Benar-benar mampu
menghilangkan rasa sakit pada pasien yang akan dioperasi,” paparnya.
Anestesi dalam dunia Islam, imbuh Prof Takrouri, jauh berbeda bila
dibandingkan yang dikembangkan peradaban India, Yunani, dan Romawi.
”Anestesi dari ketiga peradaban itu tak
membantu menghilangkan rasa sakit,” imbuh Takrouri. Ia mengungkapkan,
salah satu bentuk anestesi asli yang dikembangkan peradaban Islam adalah
‘spon obat tidur’ (soporific sponge). Teknik tersebut, papar, Prof
Takrouri, tak dikenal dalam peradaban sebelum Islam.
Spon obat tidur itu terbuat dari campuran
hashish, papver, dan hyocymine. ”Campuran itu lalu dikeringkan di bawah
sinar matahari,” ujar Prof Takrouri. Ketika akan digunakan, campuran
itu kemudian dilembabkan dan ditempatkan di hidung pasien yang akan
menjalani operasi. Seketika pasien akan tertidur dan tak akan merasakan
sakitnya operasi.
Teknik anestesi seperti ini baru dikenal
kedokteran Barat–terutama Eropa–pada abad ke-18 M. Dunia kedokteran
Barat kemudian mengembangkan anestesi inhalational modern pada abad
ke-19. Penemuan itu telah dipengaruhi oleh karya-karya dokter Muslim
yang beredar dan diajarkan di universitas-universitas Barat.
”Dasar-dasar anestesi melalui pernapasan berasal dari Islam,” kata Prof
Takrouri menegaskan.
Di bidang kimia, papar Prof Dr M Taha
Jasser, ikatan eter (-0-) merupakan bahan dasar yang digunakan untuk
anestesi (diethyl, eter, methoxyflurane, enflurane, fluroxene, forane).
Lagi-lagi peradaban Barat juga mengklaim sebagai penemu zat yang menjadi
bahan utama untuk anestesi. Adalah Velerius Cordus yang mengaku sebagai
penemu ikatan eter. Namun, Amstrong Davidson meragukan klaim Cordus
itu.
“Saya tak yakin bahwa Cordus yang
meninggal di 1544 pantas disebut sebagai penemuan ikatan eter,” papar
Davidson. Keraguan Davidson ternyata benar. Faktanya, beberapa abad
sebelum Cordus menemukan eter, dokter Muslim di era kejayaan Islam
telah berhasil menemukannya. Menurut Prof Taha, penemu eter radikal
(-0-) itu adalah Al-Kindi.
Ilmuwan Muslim itu berhasil melakukan
penyaringan alkohol. Bahkan, sebenarnya nama alkohol pun berasal dari
bahasa Arab, yakni ‘Al-goul’ yang berarti sesuatu yang berada di bawah
sadar. Alkisah, pada zaman keemasan Islam di Kudus Turan beredar ‘anggur
surga’ yang bebas al-goul. Orang-orang meminumnya tak mabuk. “Kata
alkohol adalah bentuk jamak dari Al-kuhl,” ungkap MY Hashimi (1968).
Selain itu, terdapat bukti bahwa Sulfuric
Acid telah ditemukan oleh al-Razi. Senyawa ini digunakan untuk
menyuling alkohol. Mengingat bahwa diethyl eter dapat dihasilkan oleh
ekstraksi air dari alkohol (2C2H5OH + H2S04 ——- C2H5 + H2O-O-C2H5 + H2
SO4), terdapat kemungkinan bahwa umat Islam telah lama menguasai
pembuatan bahan yang digunakan untuk anestesi.
Dalam dunia kedokteran dikenal dua jenis
obat untuk menghilangkan nyeri, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik
adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.
Seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu
meringankan rasa nyeri.
Beberapa jenis anestesi menyebabkan
hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan
nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar. Selain itu,
terdapat beberapa tipe anestesi, antara lain, pembiusan total yang
mampu menghilangkan kesadaran total dan pembiusan lokal yang dapat
menghilangkan rasa sakit pada bagian tubuh tertentu yang diinginkan.
Serta, pembiusan regional, yakni
hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade
selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi
yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan
manusia kehilangan kesadaran.
Umat Muslim selalu tampil sebagai penemu
dalam berbagai bidang di dunia kedokteran modern. Dalam bidang anestesi,
kontribusi umat Islam sungguh sangat besar. Pengaruhnya terhadap dunia
Barat juga tak dapat dibantah. Hal itu dapat dilihat dari penemuan
kedokteran Barat di dunia modern yang terinspirasi oleh karya-karya
dokter Muslim. ”Kini, saatnya dunia Islam harus menunjukkan kembali
kontribusinya,” tutur Prof Taha. N heri ruslan/desy susilawati
Dokter Muslim Perintis Anestesi
Ibnu Zuhr
Ia dijuluki sebagai bapak ilmu bedah eksperimental. Ibnu Zuhr dokter Muslim kelahiran Seville, Spanyol itu memang telah dianggap telah berjasa memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu bedah. Sang dokter pun tercatat sebagai dokter perintis yang memperkenalkan metode bedah manusia dan autopsi.
Ia dijuluki sebagai bapak ilmu bedah eksperimental. Ibnu Zuhr dokter Muslim kelahiran Seville, Spanyol itu memang telah dianggap telah berjasa memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu bedah. Sang dokter pun tercatat sebagai dokter perintis yang memperkenalkan metode bedah manusia dan autopsi.
Ibnu Zuhr belajar di Universitas Cordoba.
Dia merupakan keluarga Bani Zuhr yang menghasilkan lima generasi
dokter, termasuk dua dokter perempuan yang bertugas di Almohad penguasa
Abu Yusuf Ya’qub Al-Mansur. Ibnu Zuhr juga merupakan guru dari Averroes.
Dia mulai melakukan praktik dan pelatihan medikal setelah ayahnya,
Abu’l-Ala Zuhr.
Dia dikenal sebagai pencetus operasi
berkat percobaan yang dilakukannya. Awalnya, ia menguji coba hewan,
selanjutnya ia mencoba pembedahan terhadap mayat. Cara ini kemudian
dikenalkan olehnya kepada manusia berkat hasil eksperimennya itu.Ibn
Zuhr juga disebut sebagai anestesiolog. Dalam anestesiologi, anestesi
modern dikembangkan dalam Islam Spanyol. Dia merupakan dokter pertama
yang menemukan teknik anestesi lewat pernapasan.
Al-Zahrawi
Ahli bedah yang termasyhur hingga ke abad ke-21 itu bernama lengkap Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi. Ia terlahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Al-Zahrawi merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Di kota Cordoba itulah dia menimba ilmu, mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati masyarakat, serta mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga tutup usia.
Ahli bedah yang termasyhur hingga ke abad ke-21 itu bernama lengkap Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi. Ia terlahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Al-Zahrawi merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Di kota Cordoba itulah dia menimba ilmu, mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati masyarakat, serta mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga tutup usia.
Dalam kitab yang diwariskannya bagi
peradaban dunia, Al-Tasrif– Al-Zahrawi secara perinci dan lugas mengupas
tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu
kedokteran secara umum. Ia juga mengupas tentang kosmetika. Al-Zahrawi
pun ternyata begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk
kosmetika, seperti deodoran, hand lotion, dan pewarna rambut yang
berkembang hingga kini merupakan hasil karya Al-Zahrawi.
Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter
bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila
kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari
Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant,
pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang
ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki
tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.
Orang Barat mengenalnya sebagai
Abulcasis. Al-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yang amat fenomenal.
Karya dan hasil pemikirannya banyak diadopsi para dokter di dunia Barat.
”Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi menjadi
kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa,” ujar Dr Campbell dalam
History of Arab Medicine
0 komentar:
Posting Komentar